RUU P2H Berikan Perlindungan Bagi Kawasan Hutan
Komisi IV DPR RI tengah menggodok RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan (P2H). Pasalnya, banyak sekali tambang-tambang liar yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang tentunya tidak mudah kita untuk memberantasnya. Hal pokok yang disoroti didalam RUU itu, diantaranya mengenai evaluasi izin pinjam kawasan hutan. “Ini sebagai test case untuk melihat sejauhmana izin-izin pinjam pakai ini dimanfaatkan secara baik, apakah mengikuti standar operasional prosedur (SOP) yang benar yang kemudian dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk bangsa dan negara,” jelas Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron saat ditemui tim parle di Gedung Nusantara II DPR, Selasa (19/6).
Herman menambahkan, DPR sedang membahas RUU yang dulu namanya pencegahan pemberantasan pembalak liar (P3L) yang sekarang diubah menjadi RUU Pemberantasan Perusakan Hutan (P2H). “Kalau dalam RUU P3L kita ingin berantas pembalak liarnya, sementara dalam RUU P2H ini fokus kepada bagaimana hukum itu berlaku untuk pembalak-pembalak liar dan terhadap perusahaan-perusahaan berizin yang tidak memenuhi standar lingkungan yang benar,” tuturnya.
Menurutnya, RUU P3L isinya mengatur bagaimana undang-undang atau norma-norma dapat memberikan sanksi keras terhadap para pembalak. “bukan saja orang yang sudah memotong kayu tapi orang yang berniat memotong kayu dengan membawa peralatan pemotong kayu kehutan itu sudah merupakan barang bukti bahwa dia akan melakukan pembalakan liar,” ujarnya.
Dia menambahkan, kayu yang sudah diproduksi dan berubah bentukpun apabila bagian dari kegiatan pembalakan liar akan mendapatkan sanksi hukum. Sedangkan dalam RUU P2H selain memberikan sanksi terhadap para pembalak liar yang merusak hutan juga berlaku sanksi bagi para pejabat yang membiarkan terjadinya pembalakan liar.
“Dia akan mendapat hukuman 1,5 kali lipat dibandingkan masyarakat biasa. Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan berizin yang tidak melakukan kegiatan usahanya dengan baik akan dikenakan sanksi hukuman karena merusak hutan,” jelasnya.
Herman mengharapkan RUU P2H dapat menjadi alat atau aturan yang dapat membuat jerah para pelaku illegal loging atau pun kepada perusahaan-perusahaan berizin yang tidak melakukan usahanya dengan baik yang berakibat merusak lingkungan maupun merusak hutan.
“Tentunya upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah bisa menekan laju deforestrasi dari 4 juta hektar hutan per tahun menjadi 1 juta hektar hutan per tahun dengan kemampuan merehabilitasi 500 ribunya. Paling tidak dapat mengeliminasi atau mengurangi laju deforestrasi sambil membesarkan ataupun meluaskan laju rehabilitasinya,” katanya.
Dia menambahkan, pemerintah harus segera menertibkan penambang-penambang liar, tentunya juga bagi penambang berizin namun tidak menjalankan standar lingkungan yang benar. “Apakah mereka sudah melakukan standar operasional prosedur (SOP) yang benar, ini harus dikaji. Jadi jangan sampai kita fokus untuk menertibkan penambang-penambang liar tetapi penambang-penambang ataupun penguasa hutan yang berizin melakukan perusakan juga,” ujarnya.(iw)/foto:iwan armanias/parle.